Presiden Didesak Bubarkan Ormas Penebar Kerusuhan Selasa, 2 Februari 2016 | 8:54

Polisi mengamankan seorang pria yang diduga membawa narkoba, ketika akan menghadiri pelantikan organisasi kepemudaan (OKP) di Medan, Sumatera Utara, Minggu (31/1). Pasca bentrok antar dua OKP pada Sabtu (30/1) yang mengakibatkan korban tewas, polisi memperketat pengamanan di sejumlah wilayah di Medan. [ANTARA/Irsan Mulyadi]
LIKEPOS.NET -[MEDAN] Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan, Sutrisno Pangaribun mengharapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mencabut ijin dan membubarkan dua organisasi masyarakat yang selalu membuat kerusuhan di tengah masyarakat.
"Jika negara berani mengambil sikap tegas terhadap Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang belum memiliki catatan kriminal, maka kenapa harus takut mencabut izin terhadap dua ormas yang bernuansa premanisme dan berulangkali melakukan kerusuhan itu," ujarnya, Selasa (2/2).
Sutrisno mengatakan, bentrokan antara dua kelompok ormas tersebut, merupakan bukti bahwa aparat kepolisian lengah melakukan deteksi dini. Soalnya, aparat dipastikan sudah mendapatkan laporan atas adanya acara pelantikan salah satu pengurus organisasi tersebut.
"Tidak ada deteksi dini yang mengakibatkan adanya korban jiwa. Deteksi untuk organisasi berbau preman itu tidak sulit namun terkesan tidak dilakukan. Harus ada sanksi tegas di balik kelengahan dan kelalaian aparat tersebut. Jika ada antisipasi maka tidak sampai begini," katanya.
Menurutnya, sepanjang sejarah lahir, tumbuh dan berkembang, hingga besar seperti sekarang ini, publik belum pernah merasakan manfaat kehadiran para organisasi preman ini. Kalau sekiranya ada manfaatnya, tentu berbagai tindak kriminal, tidak semakin marak di daerah tersebut.
"Para pedagang di pasar tradisional, hingga yang ada di mall besar tidak luput dari iuran preman. Dari rumah pinggir kali, hingga tinggal di perumahan elit sekaliput tetap harus ada jatah preman. Preman sebagai organisasi “pemerintahan imajiner”, tidak berwujud, tetapi terasa, dan kita, semua dipaksa membayar pajak preman," sebutnya. [155/L-8]