Sejak 'pisah ranjang', Ahok dan Djarot tak lagi harmonis
Konstelasi Pilgub DKI 2017 merembet kepada hubungan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat. Terlebih, Ahok menyatakan pisah ranjang dengan PDIP dan Djarot karena ingin maju melalui independen bersama TemanAhok.
Ahok sempat mesra dengan PDIP karena ingin menunjuk Djarot sebagai cawagubnya di Pilgub tahun depan. Djarot bahkan menyebut, Ahok satu ideologi dengan PDIP. Selama memimpin DKI bersama, keduanya dinilai cocok.
"Pak Ahok itu dari dulu dekat dengan PDIP, kenal sudah lama. Dan mempunyai misi yang sama ya why not (diusung jadi Cagub DKI)," kata Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin 22 Februari lalu.
Sayang, kemesraan itu harus kandas, karena menurut Ahok, Djarot tak berani keluar dari PDIP dan bersama-sama bertarung di Pilgub dengan TemanAhok. Ahok sudah klop untuk maju independen dengan jaminan TemanAhok berhasil kumpulkan KTP dukungan seperti syarat yang ada di KPU.
Pasca 'psah ranjang' kemesraan keduanya tak lagi terlihat. Bahkan, Ahok dan Djarot adu mulut di
Penyulutnya adalah kantor Teman Ahok yang berada di Graha Pejaten IV Nomor 3. Ternyata, usut punya usut, kantor itu berada di atas lahan milik Pemprov DKI. Agar lebih netral, Djarot pun sedikit menyentil Ahok dengan meminta kantor tersebut dipindah saja.
"Saran saya, sebaiknya cari yang lain yang lebih netral, jangan dipakai politik, tapi secara aturan boleh. Kenapa sih emang enggak ada yang lain?" kata Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/3).
Djarot akui tidak ada aturan yang dilanggar dengan penggunaan kantor aset Pemprov DKI oleh TemanAhok. Sebab, aset itu disewakan ke pihak kedua, kemudian pihak kedua menyewakan kembali kepada TemanAhok. Hanya saja, berkaitan politik, Djarot ingin agar semuanya netral.
"Kalau aturan boleh saja, itu berarti b to b (bussines to bussines). Karena sudah dikuasakan kepada katanya Sarana Jaya ya. Itu boleh, kalau memang sudah dikuasakan. Tapi kan itu masih aset DKI, kalau dikuasakan seperti itu berarti pendapatan dari BUMD," jelas dia.
Selain itu, Djarot juga menyarankan pengelolaan aset Pemprov DKI di kawasan ini diaudit. Sebab, dengan harga sewa yang hanya senilai 3,3 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP), pendapatan BUMD bisa di bawah nilai yang diharapkan.
"Nah itulah yang perlu kita evaluasi. Aku bilang itu bisa undervalue, itu bisa dibawah nilai pasar. Ini ada apa? Ini lah yang perlu diaudit. Supaya kita punya perusahaan daerah itu betul-betul sehat dan profesional, tidak gampang untuk minta PMP (Penyertaan Modal Pemerintah), harus profesional," tutup Djarot.
media menanggapi atmosfer pertarungan Pilgub DKI. Merasa diserang, Ahok meradang dan mengungkap sejumlah parpol juga menyewa aset Pemprov DKI.
Tak tanggung-tanggung, Ahok juga meminta kantor PDIP di Jakarta juga dipindah jika TemanAhok juga harus pindah markas.
"Kalau Pak Djarot ini merasa etika yang dilanggar, kalau gitu Pak Djarot suruh kantor PAC PDIP pindah dulu dong kalau etika. Etika kan perasaan kalau aturan enggak ada dilanggar," kata Ahok usai meresmikan kantor Kelurahan Kenari, Jakarta Pusat, Selasa (22/3).
Lebih lanjut, Ahok tidak terlalu ambil pusing permintaan sejumlah pihak, salah satunya Djarot yang meminta kantor TemanAhok di Pejaten, Jakarta Selatan untuk pindah. Menurutnya tidak ada salahnya orang memberi saran.
Namun, lanjutnya, jika penggunaan lahan Pemprov dianggap melanggar etika, seharusnya apa yang dilakukan partai yang juga menyewa lahan Pemprov lebih parah dari yang dilakukan TemanAhok. Menurutnya, TemanAhok menyewa lahan dari pihak swasta, PT Griya Berlian. Sedangkan partai menyewa langsung dari Pemprov.
"Kalau gitu, kantor partai juga suruh pindah dong kalau saran etika. Malahan itu lebih parah. Kantor partai sewa langsung dari pemda," pungkasnya.
Post a Comment for "Sejak 'pisah ranjang', Ahok dan Djarot tak lagi harmonis"