Sebelum ditangkap KPK, Ini 9 Deretan Nyinyiran Sanusi pada Ahok
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) tadi malam. Dikabarkan yang diringkus tersebut adalah Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Sanusi.
Hal itu dibenarkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengaku sudah mendapat kabar itu.
“Saya sudah mendengar kabar itu. Benar dia yang ditangkap,” ujarnya usai dikutip hatree.net, Jumat (1/4/2016). Oleh karena itu, Partai Gerindra akan bertindak tegas untuk menyikapi kadernya yang diduga terlibat korupsi itu.
KPK sendiri belum memberi tahu identitas yang ditangkap. Hanya saja penyidik sudah memasang garis polisi di sejumlah ruang kerja anggota dewan di DPRD DKI. “Iya benar (ada anggota DPRD DKI Jakarta yang terkena OTT),” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam pesan singkatnya. (Okezone)
Adapun beberapa deretan nyinyiran Sanusi terhadap Ahok yang berhasil hatree.net kumpulkan adalah sebagai berikut ini! Simak ulasannya!
1. SANUSI SEBUT AHOK PENGECUT
Anggota DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi menuding Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak gentle dalam menangani penertiban wilayah Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara.
Tidak hanya itu, Sanusi juga menyebut orang nomor satu di DKI Jakarta itu sebagai sosok yang pengecut. Karena, tidak berani menghadapi warga Kalijodo.
“Kalau dia (Ahok) gentle, undang seluruh orang (warga Kalijodo) itu, bawa ke Balai Agung, jelaskan begini situasinya, anda begini. Bukan cuma tempel (edaran) doang, itu bukan sosialisasi namanya,” ketus Sanusi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2016).
Menurut Sanusi, seyogianya Ahok meniru langkah mantan atasannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menghadapi permasalahan dengan warga DKI Jakarta. Jokowi langsung turun dan mengundang warga untuk berdialog.
“Jadi kan dia (Ahok) pengecut, dia banci. Karena suruh orang saja, cuma karena punya tentara punya pasukan disuruh serbu segitu doang. Anak sendiri kok itu, panggil saja, gaya Jokowi ikutin lah, undang ke Balai Kota, dialog, selesai,” kata politikus Partai Gerindra ini. (Sindonews)
2. AHOK DISEBUT SEBAGAI FIRAUN
Anggota Komisi D DPRD DKI M. Sanusi mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Ahok agar berhati-hati menggunakan lidahnya. Menurutnya, meskipun orang baik tidak semestinya lantas mengatakan seseorang tidak baik.
“Kalau kita baik, jangan menilai orang tidak baik. Kalau kita jujur jangan menilai orang tidak jujur,” kata Sanusi, di Cikini, Jakarta, Sabtu (7/3).
Sanusi mengibaratkan Raja Firaun yang terkenal aroga, sombong, dan belum makan sebelum rakyatnya kenyang. Namun, ia ditenggelamkan ke laut lantaran kesombongannya.
“Saya mengingatkan, Firaun dia tidak makan sebelum masyarakatnya makan. Tapi dia ditenggelamkan karena kesombongannya,” ujar Sanusi.
Politisi Gerindra ini mengingatkan, agar membiasakan tiga kata, mengucapkan kata tolong apabila ingin meminta pertolongan, mengucapkan terima kasih apabila sudah ditolong dan sampaikan maaf kalau salah. “Saya cuma ingin jangan pernah mengatakan orang tidak baik karena merasa benar,” tandasnya. (MerahPutih)
3. SANUSI SURUH AHOK JANGAN MEMANCING DI AIR KERUH
Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi menyarankan agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak membesar-besarkan perseteruan antara dirinya dengan DPRD Komisi A Bekasi.
Perjanjian antara Jakarta – Bekasi, menurut Sanusi, tidaklah terlalu krusial.
Seharusnya perseteruan antara Ahok dengan DPRD Komisi A Bekasi, bisa diselesaikan bila kedua pihak duduk bersama-sama mencari solusi.
Seharusnya Dinas Kebersihan juga tidak melanggar perjanjian yang ada, “Tidak boleh lewat dari jam yang ditentukan, tidak boleh lewat jalur diluar yang telah ditentukan, dan truk sampah yang lewat sana harus yang bagus jadi tidak mengeluarkan air licit,” ujar Sanusi di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2015).
Ahok, kata Sanusi, seharusnya tidak “memancing di air keruh,” karena menurutnya, permasalahan perjanjian antara Bekasi – Jakarta bisa diselesaikan bersama-sama.
Dalam perjanjian itu, ujar Sanusi, ada yang namanya hak dan kewajiban.
“Ketika hak dan kewajiban dilanggar, boleh dong orang menyatakan pendapatnya, ‘Anda melanggar perjanjian’, tapi jangan begitu melanggar, (Ahok) langsung bereaksi keras, itu enggak perlu. Kan enak kalau ngomong, ‘Maaf nih kita melanggar’ gitu,” jelas Sanusi.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata mengatakan, komisinya sepakat untuk menggugat Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama melalui jalur hukum. Sebab, Basuki atau Ahok kerap menghina Komisi A DPRD Bekasi.
“Seluruh anggota Komisi A sudah mengirim rekomendasi kepada pimpinan dewan untuk mengambil jalur hukum. Ini adalah langkah kami secara kelembagaan untuk merespons segala tudingan dan penghinaan institusi DPRD Bekasi,” ujar Ariyanto saat dihubungi.
Sementara itu Ahok tidak merasa dirinya melakukan pencemaran nama baik kepada DPRD Bekasi.
“Saya kira semua orang berhak melaporkan, enggak ada masalah. Saya enggak merasa melakukan pencemaran nama baik DPRD Bekasi,” ujar Ahok. (TribunNews)
4. SANUSI MINTA SIKAPI KEPUTUSAN BPK DENGAN ARIF
Anggota DPRD DKI Mohammad Sanusi mengimbau Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menyikapi laporan hasil pemeriksaan kdari BPK RI dengan opini wajar dengan pengecualian (WDP) secara bijaksana.
“Harusnya keputusan BPK itu disikapi dengan arif. Jangan mengambinghitamkan banyak pihak. Masing-masing institusi negara harus menghormati tentang profesionalismenya. BPK itu badan akuntabilitas negara yang betul-betul bisa mengoreksi perjalanan keuangan suatu pemerintah daerah,” kata Sanusi di DPRD DKI, Kamis (9/7/2015).
Sanusi menuturkan, selama ini Ahok selalu mengatakan tentang transparansi, akuntabilitas. Dua hal ini harusnya mendorong Pemprov DKI memeroleh opini WTP.
“Artinya kalau tidak WTP, maka tidak tercapai dan artinya akuntabilitas dipertanyakan. Terus transparansinya juga dipertanyakan, karena BPK itu melihat neraca yang jelas. Kerjanya bagus, tetapi catatan pembukuan dalam standar akuntabilitas pemerintahan itu kan yang jadi masalah,” jelas politisi Partai Gerindra ini.
Disalahkan
Sanusi berpesan agar jangan saat dapat penilaian dari aparatur negara, kemudian instituai lain malah disalahkan.
“Tidak boleh begitu. Itu koreksi buat kita. Kapan mau besar kalau di oreksi lembaga resmi malah berbalik melawan. Ini harusnya jadi cambukan bahwa memang ada yang salah secara manajerial,” jelasnya.
Sanusi mengingatkan bahwa BPK berdiri sebelum DKI dipimpin oleh Ahok. BPK memiliki standarisasi dalam kinerja secara profesional.
“Jangan sekali-sekali mendikreditkan sebuah organisasi. Apalagi lembaga negara,” terangnya. (JakartaBisnis)
5. SANUSI MINTA AHOK TAK KAMBING HITAMKAN BPK
Gubernur DKI Jakarta Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama diminta tidak mengambinghitamkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan untuk DKI Jakarta. Ahok diminta menyikapinya dengan bijak dan arif.
“Harusnya keputusan BPK itu disikapi dengan arif. Jangan mengambinghitamkan banyak pihak. Masing-masing institusi negara itu harus menghormati profesionalismenya,” kata Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (9/7/2015).
Ahok sebagai pemegang kendali harus memberikan hormat kepada profesionalisme lembaga sekelas BPK. Sanusi menekankan, BPK memiliki peran penting dalam mengontrol keuangan suatu lembaga.
“BPK itu, badan akuntabilitas negara loh. Dia (BPK) betul-betul bisa mengoreksi perjalanan keuangan suatu pemerintah daerah,” ungkap Sanusi.
Sanusi yakin, apa yang dilakukan BPK sesuai dengan standar yang ketat. Seharusnya penilaian ini menjadi koreksi bagi Ahok dan jajarannya.
“Jangan disalahkan. Enggak boleh. Itu koreksi buat kita. Kapan kita mau besar kalau dikoreksi sama lembaga resmi saja melawan. Enggak boleh. Ini harusnya jadi cambukan. Secara manajerial memang ada yang salah,” terang Sanusi.
Menurutnya, penilaian BPK bisa diperdebatkan secara akademis. Jika Ahok tidak sependapat dengan penilaian itu, dia bisa melakukannya melalui jalur akademis.
“Jangan disalahin organisasinya. Enggak boleh. Itu akademis kok. Bisa didebatkan. Bisa diargumentasikan. Kalau diargumentasikan ternyata Pemda salah, malu lah kita,” ujar dia. (MetroTVNews)
6. SANUSI TUDING AHOK TAK MENGERTI MANAGEMENT
Langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memutasi 1.041 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dijajaran Pemprov DKI terus menuai kritik dari sejumlah kalangan, salah satunya datang dari Sanusi, anggota DPRD dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Menurutnya, kebijakan Ahok yang sering mengganti PNS di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta tidak efektif dan membuktikan sang Gubernur tidak mengerti tentang fungsi management.
“Ahok itu tidak mengerti fungsi management, masa pejabat (PNS) baru saja dilantik dua tiga bulan langsung dicopot atau dimutasi, jelas ini berpengaruh pada produktifitas kerja pegawai sehingga berpengaruh pada penyerapan APBD,” kata Sanusi saat dihubungi RMOLJakarta, Sabtu (9/12).
Pria yang akrab disapa “Bang Uci” ini juga mengatakan, mutasi, rotasi dan pencopotan yang dilakukan Ahok hanya trial and error, like or dislike dan tidak sesuai dengan fit propert tes.
“Ini jelas aneh, dia (Ahok) yang test, dia yang lantik dan dia juga pecat, ketika penyerapan APBD rendah PNS yang disalahkan,” ujarnya.
Selain itu, Politikus Gerindra ini juga menyesalkan atas sikap Ahok yang sering memarahi anak buahnya didepan publik dengan tuduhan korupsi.
“PNS itu punya keluarga, pernah gak Ahok memikirkan efek psikologis keluarga PNS yang dimaki dihadapan publik itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Ahok memutasi 1.042 pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Jumat (8/1). Pelantikan pejabat eselon II dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2016 pada 7 Januari 2016 tentang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
Pejabat yang dilantik seperti Yurianto sebagai Kepala Badan Pembinaan BUMD dan Penanaman Modal DKI Jakarta.
Yurianto menggantikan posisi Catur Laswanto yang dirotasi Basuki menjadi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Kemudian Sopan Adrianto dilantik menjadi Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Subagyo sebagai Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Yayan Yuhana sebagai Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, dan Bowo Irianto sebagai Wakil Kepala Dinas Pendidikan.
Pelantikan pejabat eselon III dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Nomor 14-52 Tahun 2016 tanggal 7 Januari 2016 tentang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan administrator.
Kemudian pelantikan pejabat eselon IV dilakukan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 53-100 Tahun 2016 pada 7 Januari 2016 tentang pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan pengawas.
Sementara itu, berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ada beberapa daerah yang penyerapan anggarannya tak menunjukkan perbaikan. Salah satunya adalah DKI Jakarta yang tak lepas dari posisi buncit sejak bulan Juli 2015 lalu hingga saat ini.
Berdasarkan data Dirjen Bina Keuangan Daerah, lima daerah dengan tingkat penyerapan anggaran tertinggi adalah Gorontalo (63,1 persen), Maluku Utara (63 persen), Kalimantan Tengah (62,9 persen), Nusa Tenggara Timur (57,6 persen), dan Sulawesi Tenggara (56,9 persen).
Sedangkan lima daerah dengan penyerapan anggaran terburuk adalah DKI Jakarta (19,39 persen), Papua (21,74 persen), Kalimantan Utara (23,7 persen), Papua Barat (28,86 persen), dan Riau (29,8 persen). Pada bulan Juli lalu, DKI Jakarta juga menjadi daerah terburuk dalam hal penyerapan anggaran. (RMOLJakarta)
7. DIPERIKSA BPK, SANUSI MINTA AHOK JANGAN PANIK
Kemarin, Senin (23/11/2015), Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama sekitar sembilan jam.
Pemeriksaan itu untuk meminta keterangan Ahok (sapaan Basuki) tentang laporan investigasi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang diminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dimintai tanggapan tentang pemeriksaan itu, anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, berpendapat, pemeriksaan itu tidak perlu disikapi dengan panik ataupun gaduh.
“BPK adalah lembaga negara yang resmi. Pemeriksaan itu juga merupakan bagian dari audit investigasi atas laporan hasil keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jadi, saya kira tidak rasional jika Gubernur sampai marah-marah,” kata Sanusi kepada harian Kompas, Selasa (24/11/2015).
Sanusi mengatakan, BPK tidak pada posisi menentukan adanya tersangka atau tidak terkait laporan hasil keuangan tersebut.
BPK, kata Sanusi kepada Kompas, hanya akan menuliskan temuan, seperti adanya indikasi kerugian negara atau potensi uang negara yang hilang. Aparat hukumlah yang menindaklanjuti temuan BPK tersebut.
“Gubernur tidak perlu panik, apalagi kalau tidak merasa bersalah. Tidak perlu ramai karena itu hanya audit standardisasi administrasi pemerintah karena ada uang negara dipergunakan. Jadi, kenapa harus gaduh?” ujar Sanusi.
Ahok sendiri merasa pemeriksaan BPK tersebut tendensius karena memeriksanya selama sembilan jam secara tertutup.
Menurut dia, ada pihak-pihak yang ingin mencari kelemahannya sehingga pemeriksaannya dilangsungkan tertutup.
“Waktu tanya jawab itu dibuka saja biar publik di Indonesia tahu. Dokter boleh tidak membuka riwayat pasien? Tidak boleh. Kalau pasien yang minta, boleh enggak? Boleh. Penjahat saja kalau minta pengacara dikasih, ini staf saya mau masuk untuk mencari berkas saja tidak boleh. Saya mana tahu berkas segitu banyak?” tutur Basuki.
Pemeriksaan Ahok di BPK kemarin sempat diwarnai peristiwa pelarangan petugas Dinas Komunikasi, Informasi, dan Kehumasan DKI Jakarta untuk merekam proses pemeriksaan. (Kompas)
8. PERNAH DUKUNG AHOK, SANUSI UNGKAP PENYESALANNYA
Politisi Gerindra Mohamad Sanusi mengaku tahu betul siapa sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sanusi mengaku dirinya dulu ikut membantu pasangan Jokowi-Ahok menjadi Gubernur DKI mengalahkan Fauzi Bowo atau Foke. Namun kini Sanusi mengaku kecewa dengan Ahok.
“Saya yang juga merasa bersalah, saya bagian dari Pak Ahok tinggal (atau memimpin) di Jakarta,” ujar Sanusi saat menghadiri acara konvensi Gubernur Muslim Jakarta di Masjid Baiturrahman, Jalan Saharjo 100, Menteng Atas, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (25/3).
Untuk diketahui, ketika itu Ahok dijagokan Partai Gerindra dan berdampingan dengan calon dari PDIP Joko Widodo di Pilgub 2012 lalu dan menang di Pilgub DKI. Setelah Jokowi menjadi Presiden RI, Ahok yang menggantikan posisi Gubernur DKI.
Sanusi mengatakan, ketika itu elektabilitas Jokowi-Ahok hanya 7 persen dan kalah dibandingkan dengan calon petahana Gubernur DKI Fauzi Bowo (Foke) mencapai 30 persen.
“Saya selalu ikut dia dan Pak Jokowi kampanye atau debat-debat bakal calon saat itu. Saya juga bakal calon dari Gerindra dulu, tapi partai lebih memilih Ahok,” kata Ketua Komisi D DPRD DKI ini.
Lanjut Sanusi, dirinya juga bakal calon Gubernur dari Partai Gerindra ini memastikan majunya Ahok di Pilgub 2017 tak ada yang perlu ditakuti. Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum Daerah belum menetapkan calon Gubenur DKI yang lolos.
“Nggak ada yang istimewa dari gubernur sekarang, nggak ada yang ditakutin. Saya bilang kalu Pak Gubernur maju independen silakan maju tapi jangan jelekin parpol,” tandasnya. (Merdeka)
9. SANUSI YAKIN BISA KALAHKAH AHOK
Nama anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi masuk dalam tiga besar nama calon yang kemungkinan akan diusung Partai Gerindra dalam perhelatan pemilihan kepala daerah 2017. Ia pun menyatakan siap apabila nantinya ditunjuk untuk mengisi posisi tersebut.
“Kalau saya kan prajurit partai, jelas saya orang partai, sehingga mekanisme partai harus dilalui. Kalau partai meminta kita untuk maju, kita harus siap maju,” ujar dia saat dihubungi, Kamis (15/10/2015).
Meski namanya belum banyak dikenal, Sanusi merasa percaya diri bisa bersaing dengan sejumlah nama besar, termasuk gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia menilai popularitas bukan jaminan bagi seseorang untuk memenangkan pemilihan.
Ia kemudian menyamakannnya dengan kondisi sebelum Pilkada 2012. Saat itu, gubernur petahana, Fauzi Bowo (Foke), memiliki popularitas yang tinggi. Di sisi lain, pasangan pesaing Foke saat itu, Joko Widodo dan Ahok belum terlalu banyak dikenal.
“Kalau Anda tanya seberapa mungkin saya menang? Seyakin saya menangin Ahok waktu menjdi Wagub. Ahok masuk Jakarta kan enggak ada yang tahu,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP Partai Gerindra Habiburrahman mengatakan, partainya sudah memiliki nama-nama yang akan diusung sebagai calon gubernur dalam Pilkada DKI 2017. Sampai saat ini, nama yang masuk sudah mengerucut kepada tiga tokoh. Ketiganya merupakan kader internal partai berlambang burung garuda itu. Selain Sanusi, dua nama lainnya adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Sandiaga Uno dan anggota DPR RI Achmad Riza Patria. (Kompas)
Post a Comment for "Sebelum ditangkap KPK, Ini 9 Deretan Nyinyiran Sanusi pada Ahok"